SAMPIT – Yanto Saputra ahli waris yang lahan makam keluarganya digarap oleh PT Hutanindo Agro Lestari (HAL) merasa kecewa. Pasalnya tidak ada itikad baik perusahaan untuk melaksanakan putusan adat yang dijatuhkan oleh hakim kerapatan adat di Kecamatan Tualan Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
“Dalam putusan adat itu jelas sudah final dan mengikat, malah mengajukan upaya hukum banding, ruang itu tidak ada lagi, hargai putusan adat ini,” kata Yanto, Senin 20 Mei 2024.
Menurut Yanto, dalam banding yang diajukan itu sangat tidak mendasar sama sekali, banyak hal yang ingin mereka kaburkan dalam masalah ini, bahkan perusahaan juga dalam penegasannya seakan tidak menghargai hukum adat dan kearifan lokal masyarakat suku Dayak.
Perusahaan kata Yanto terkesan membenturkan hukum adat dengan hukum positif, padahal dalam masalah ini sebagaimana dikuatkan dengan putusan adat, banyak pelanggaran adat yang dilakukan.
Menurutnya bilamana hukum adat tidak diakui oleh perusahaan tersebut, dan tidak menghargai adat istiadat suku Dayak maka tidak usah melakukan investasi di daerah ini.
Belum bahadat, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung harus dilakukan di mana saja berada, bukan sebaliknya lepas dari tanggung jawab.
“Sejak awal masalah ini tidak langsung kita bawa ke hukum adat, kita buka pintu mediasi dan itu sudah dilakukan bersama pihak kedamangan, bahkan cek lapangan juga sudah, tapi mereka tidak pernah hadir, sehingga masalah ini kami bawa ke ranah adat, setelah dinyatakan bersalah mereka berupaya membela diri dengan berbagai dalih,” tegasnya.
Yanto saat ini masih menunggu eksekusi pihak majelis hakim adat, agar perusahaan tunduk dan patuh dengan keputusan adat tersebut.
Diketahui dalam sidang yang dipimpin Damang Tualan Hulu, Leger T Kunum tersebut PT Hutanindo Agro Lestari (HAL) sebagai terlapor yang diduga menggarap lahan makam keluarga milik pelapor yaitu Yanto Saputra yang berada di Desa Luwuk Sampun, Kecamatan Tualan Hulu.
Dari hasil sidang menyatakan bahwa tindakan yang sudah dilakukan PT HAL adalah tindakan yang kurang beradat karena hanya percaya dengan fakta dokumen tertulis yang dimiliki namun tidak memperhatikan keterangan dan informasi lain serta melihat fakta lapangan.
PT HAL juga harus melakukan permohonan maaf kepada pelapor dan dibebankan untuk membiayai dan melaksankan acara “Ritual Manjung Panginan Pahanteran Lian Usang” menurut tata cara dan keyakinan serta oleh Majelis Resort Agama Hindu Kaharingan Kecamatan Tualan Hulu di lokasi lahan/kaleka atau bekas kuburan almarhum orang tua ahli waris pelapor.
Kesalahan yang sudah dilakukan oleh PT HAL menurut hakim yaitu sebagaimana Pasal 49 denda kerusakan/kebakan kubur, sandung, pantat dengan denda 35 Kati Ramu atau Rp 8750.000.
Pasal 87 denda adat kerusakan Pahewan, Keramat, Rutas dan Tahejan dengan denda 20 Kati Ramu atau Rp 5.000.000.
Pasal 95 adat berladang dan berusaha dengan denda 175 Kati Ramu atau Rp 36.250.000.
Pasal 96 Kelengkapan denda adat hidup kesopanan, beretika dan bermoral tinggi dengan denda 586 Kati Ramu atau Rp 146.500.000. Selain itu juga PT HAL di bebankan biaya perkara sebesar Rp15 juta dan biaya sidang sebesar Rp 3.750.000.
Sebagai investor yang melakukan investasi di daerah ini siapapun itu harus junjung tinggi adat istiadat Dayak.
“Jika putusan adat tidak dilaksanakan sama saja mereka melawan dengan keputusan ini, sama saja tak menghargai adat kebiasaan Dayak khususnya Tualan Hulu dan Kalteng pada umumnnya,” tegasnya.
(Naco)