SAMPIT – Sudah menjadi tradisi setiap tahun memasuki 10 muharram kita akan melihat warga disejumlah wilayah di Kota Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah membuat bubur asyura.
Rasa khas dengan aneka macam rempah menjadikan bubur tersebut selalu menjadi rebutan warga, mereka rela mengantre demi mendapatkannya.
Salah satunya sajian bubur asyura yang dilakukan secara sukarela oleh warga jalan Juanda Kelurahan Mentawa Baru Hilir, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Jumat 28 Juli 2023.
Membuat bubur asyura bukan hal yang asing lagi bagi warga di Jalan Juanda ini, karena sudah hampir 17 tahun lebih mereka membuat bubur tersebut setiap memasuki tahun muharram.
“Setiap tahun kami membuat bubur ini, dan biasanya memang tepat pada 10 muharram. Biar banyak warga yang menikmatinya, tahun lalu kami mengolah sebanyak 105 kilogram beras, dan sekarang 120 kilogram dan Alhamdulillah banyak warga yang menyukai bubur yang kami olah ini,” jelas Idar (56) salah seorang warga dan keluarga peracik bubur asyura.
Ia mengungkapkan, cara pembuatan bubur tersebut memang terbilang cukup memakan waktu. Selain itu untuk bahan pembuatannya sendiri juga sangat istimewa yang mana banyak bahan serta rempah-rempah yang dicampurkan, diantaranya beras, bawang merah, bawang putih, kapulaga, merica, dan bahan rempah lainnya.
Kemudian, agar rasa bubur tersebut lebih legit, biasannya ditambahkan dengan kaldu ayam atau daging sapi, margarin dan santan kelapa. Untuk memperkaya rasa pada bubur, tidak lupa mereka juga mencampurkan sayur mayur, daging sapi dan ayam dan beras.
“Sambil kita aduk-aduk, bahan dimasukan satu persatu. Apinya juga harus besar biar beras cepat hancur dan menjadi bubur,” katanya.

Memang diakui Idar, tahun 2023 ini cukup beruntung karena masih banyak dermawan yang membantu untuk membuat bubur asyura ini, baik itu dari pendanaan, bahan maupun barang untuk memasak yang dibutuhkan.
“Kami bersyukur, setiap tahun mendapat bantuan secara sukarela warga yang ingin berbagi membuat bubur ini,” ucapnya.
Setelah hampir dua jam lebih lamanya akhirnya proses pengolahan bubur selesai, warga yang sudah lama mengantre secara bergantian menyerahkan tempat makanan yang mereka bawa dari rumah, tidak sampai satu jam lamanya, bubur yang diolah begitu banyaknya habis tak bersisa.
Namun tahun ini berbeda, bubur asyura dilakukan dua kali pengolahan, pada pagi hari bubur dimasak khusus dibagikan untuk anak pondok pesantren. Sedangkan yang diolah pada siang hari dibagikan untuk masyarakat umum.
“Silaturahmi ini yang kami cari, melihat warga, teman dan kerabat bahagia menikmati bubur ini, kamipun juga cukup puas dan bahagia. Tradisi ini akan kami jaga terus setiap tahun untuk bisa berbagi bersama masyarakat,” demikian Idar. (ilm)