PALEMBANG – Bisnis pelayaran di Sumatera Selatan diperkirakan tetap mengkilap pada 2022 karena terdongkrak oleh tingginya aktivitas ekspor batu bara yang sudah terjadi sejak tahun lalu.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) atau Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Suandi mengatakan, harga batu bara yang tinggi membuat eksportir cukup gencar untuk menjualnya ke pasar luar negeri.
Kenaikan harga batu bara menjadi berkah bagi bisnis pelayaran karena adanya permintaan terhadap kapal angkut jenis tongkang dan kapal tunda (kapal penarik tongkang).
INSA optimis bisnisnya dapat tumbuh hingga 15 persen pada 2022 meski masih dipengaruhi dampak pandemi Covid-19.
“Prospek ke depan harusnya lebih baik dari tahun kemarin apalagi larangan ekspor sudah dibuka kembali,” kata Suandi, dikutip dari Antara, Sabtu 26 Februari 2022.
Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sumsel diketahui produksi batu bara di mencapai 50 juta ton pada 2021 atau meningkat satu juta ton dibandingkan tahun sebelumnya. Dari total produksi itu, sebanyak 46 juta ton batu bara dijual ke pasar domestik dan ekspor.
Kepala Dinas ESDM Sumsel Hendriansyah mengatakan Sumsel masih terkendala dengan jalur logistik untuk mengangkut batu bara dari areal penambangan ke pelabuhan sungai sehingga hanya mampu memproduksi 50 juta ton per tahun dari total cadangan berkisar 22,5 miliar ton.
Padahal Sumsel memiliki total 40 pemilik izin usaha pertambangan (IUP) aktif, termasuk Badan Usaha Milik Negara PT Bukit Asam.
Sebagian besar kegiatan pertambangan Sumsel dilakukan di Lahat, Tanjung Enim (Muara Enim) dan Musi Rawas Utara, yang berjarak 130 kilometer dari pelabuhan sungai di Lalan, Musi Banyuasin.
“Jika dibandingkan dengan Kalimantan ini kecil sekali, di sana satu perusahaan tambang bisa produksi 50 juta ton batu bara per tahun,” kata dia.
(Antara)