SAMPIT – Mengenai buruknya pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan (faskes) Pemerintah, menurut Anggota DPRD Kotim Riskon Febiansyah, sebenarnya buka kali ini saja terjadi, bahkan ada beberapa kasus di Faskes tentang keluhan pelayanan masyarakat tetapi tidak di blow up di media.
“Mulai dari lambannya pelayanan, tidak siap atau siaganya tenaga kesehatan di tempat pelayanan, dan ini yang paling fatal adalah kesalahan penanganan pasien seperti kasus yang terjadi di salah satu Faskes di Kecamatan Cempaga,” ujar Riskon, kepada media ini, Jumat 4 Februari 2022.
Kedepan dirinya meminta pembinaan dan monitoring dari Dinas Kesehatan selaku pembina di lingkungan kesehatan harus terus ditingkatkan, sehingga permasalahan buruknya pelayanan di Faskes tidak terjadi lagi.
“Monitoring terkait pelayanan kesehatan bukan hanya dilakukan di lingkungan Faskes pemerintah tetapi juga dilingkungan Faskes swasta,” ucapnya.
Politikus muda dari Partai Golkar ini juga masih ingat dengan kejadian beberapa bulan yang lalu tentang kasus tingginya biaya pelayanan bersalin di salah satu tempat praktek di Sampit. Permasalahan itu harusnya juga menjadi PR Pemerintah melalui Dinkes agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
“Motto pelayanan prima salah satunya adalah penanganan pasien terlebih dahulu baru ditanyakan administrasinya, kami berharap itu bukan sekedar slogan saja,” tegasnya.
Mengenai kasus yang terjadi di Faskes Kecamatan Cempaga, Riskon meminta pihak Dinkes harus segera cros cek ke lapangan untuk mengumpulkan data apakah ada kesalahan SOP dalam penanganan pasien.
“Apa bila memang ditemukan kesalahan SOP maka perlu dilakukan penindakan sesuai kesalahannya,” katanya.
Ditambahkan, mengenai masih ditemukannya warga kurang mampu yang belum terakomodir di program BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Menurut Riskon permasalahan itu pernah dibahas di DPRD saat rapat pembahasan dengan meminta dan mendorong agar Dinkes melakukan pemetaan dan perbaikan data kepesertaan BPJS agar bisa tepat sasaran.
“Karena hasil catatan BPK di tahun 2020 lalu, masih di temukan data yang tidak valid dan ganda sehingga dana pemerintah dianggarkan untuk BPJS kesehatan cenderung tidak tepat sasaran,” pungkasnya. (Cha/beritasampit.co.id).