PALANGKA RAYA – Lokasi Food Estate yang saat ini telah dilakukan kegiatan lapangan bukan merupakan Kawasan Hutan melainkan berasal dari Areal Penggunaan Lain (APL), namun Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) telah mencadangkan lokasi yang beberapa diantaranya berada pada kawasan Hutan Lindung (HL).
“Saya dengar Food Estate berada di hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi dan lain sebagainya. Memang sebagian baru kita usulkan bahwa ada sebagian yang masuk hutan lindung nantinya, tetapi pada saat ini adalah kegiatannya itu arealnya sudah existing dan sebagian besar sudah areal pengunaan lain atau APL,” ungkap Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sri Suwanto, Selasa 27 April 2021 di kantornya.
Lokasi yang dimaksud telah diajukan kepada Menteri LHK untuk dilakukan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dengan mengacu pada pasal 19 Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 tahun 2015 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan (Pada saat itu UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja belum ditetapkan).
Mekanisme yang dijalankan oleh Kemen LHK adalah terlebih dahulu merubah fungsi kawasan Hutan Lindung menjadi kawasan Hutan Produksi, mengingat bahwa belum ada mekanisme untuk perubahan langsung dari kawasan Hutan Lindung ke APL.
Pasal 39 pada PP Nomor 104 tahun 2015 mengatur bahwa perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung menjadi kawasan Hutan Produksi dilakukan dengan ketentuan, bahwa kawasan tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai kawasan Hutan Lindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penilaian atas kriteria dimaksud dilakukan oleh Tim Terpadu dengan mengacu pada pasal 24 pada PP Nomor 44 tahun 2004 tentang perencanaan kehutanan, yang jika nilainya berdasarkan faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan berjumlah 175 atau lebih maka termasuk sebagai kawasan Hutan Lindung.
Penelitian Tim Terpadu telah dilaksanakan dengan merekomendasikan sebagian dari permohonan Pemerintah Provinsi Kalteng yang berada pada kawasan Hutan Lindung untuk menjadi kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), yang berarti nilainya berdasarkan faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan berjumlah 124 atau kurang.
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 11 tahun 2020, penyediaan lahan Food Estate dari kawasan hutan telah memiliki payung hukum yaitu Permen LHK Nomor 24 tahun 2020 tentang penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan Food Estate. Skema yang dapat dijalankan adalah dengan perubahan peruntukan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan untuk ketahanan pangan (KHKP).
Dengan diberlakukannya UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, penyediaan lahan untuk Food estate telah diatur lebih lanjut dalam PP 23 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan. Pada pasal 108 pada PP 23 Tahun 2021 telah ada pengaturan mengenai Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP) yang digolongkan sebagai penetapan Kawasan Hutan dengan tujuan tertentu.
Dalam pasal 114 ayat (2) bahwa KHKP ditujukan untuk kegiatan penyediaan Kawasan Hutan guna pembangunan ketahanan pangan (food estate). Sedangkan obyek lokasi penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan ketahanan pangan (food estate) dengan mekanisme KHKP telah diatur dalam pasal 115 (1) yaitu pada Kawasan Hutan Lindung dan/atau Kawasan Hutan Produksi.
Dengan demikian, sekalipun calon lokasi Food Estate berada pada Kawasan Hutan Lindung, secara hukum telah memiliki dasar untuk proses pelaksanaannya dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur. Namun, hingga saat ini belum ada lokasi Food Estate yang berada pada Kawasan Hutan Lindung yang telah digarap, mengingat ada mekanisme-mekanisme yang harus ditempuh dalam pelaksanaannya. (Hardi/beritasampit.co.id).