SAMPIT – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit, Kotawaringin Timur (Kotim) mensiasati agar ibu hamil yang akan melahirkan agar terhindar dari virus corona tanpa melakukan rapid test.
Salah satu dokter di RSUD dr Murjani Sampit, dr Elfa Yonatan mengatakan, bahwa pasien yang mempunyai indikasi jelas harus tetap diperiksakan ke rumah sakit. Ia menegaskan, bahwa pihaknya tidak mewajibkan ibu hamil yang akan melahirkan untuk rapid test.
“Untuk itu kita mensiasati dengan memakai sistem skoring untuk mendeteksi terpaparnya virus korona atau Covid-19. Karena ini penyakit baru, maka masih dipelajari bagaimana cara dia masuk ke badan kita dan bagaimana dia mempengaruhi ibu dan anak yang dikandung,” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu 24 Juni 2020
Tujuan hal ini agar ibu dan anak baik. Gugus Tugas Covid-19 Pusat memang ada dianjurkan untuk melakukan rapid test, namun dengan mempertimbangkan biaya yang mahal dan tidak semua pasien yang datang ini dari ekonomi tinggi sehingga sistem skorsing dilakukan.
“Dimana dalam sistem skorsing itu ada pemeriksaan suhu badan, gejala batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan atau gejala ISPA dan lainnya yang mengacu pada skrining virus corona. Jika hasil skrining lebih dari 3 atau sama dengan 3 maka pasien wajib melakukan rapid test, sedangkan dibawah 3 artinya resiko rendah Covid-19 dan tidak melakukan rapid test,” jelas dr Elfa.
Untuk semua pasien akan dilakukan skrining meski pasien umum. Di pelayanan semua pasien melakukan skrining, namun ketika ke poli kebidanan akan dilakukan skrining lagi. Sehingga pasien melakukan dua kali skrining.
“Skrining ini berubah terus sesuai dengan rekomendasi POGI, bagi masyarakat sangat diperbolehkan untuk melahirkan dirumah sakit. Tidak ada larangan atau anjuran masyarakat melahirkan di bidan kampung,” lanjutnya lagi
Dua bulan terakhir ini sejak Maret pasien yang periksa itu sedikit. Diungkap dr Elfa, pada bulan Mei hingga Juni ini pasien yang masuk sudah parah, ada yang kejang-kejang dan tidak rutin melakukan pemeriksaan. Dalam minggu ini saja sudah tiga pasien yang datang dengan kejang-kejang,” ungkapnya.
Hal ini menurutnya karena ada persepsi masyarakat yang menganggap rumah sakit ini menakutkan, tempatnya Covid-19. Sehingga yang biasanya rutin melakukan pemeriksaan dengan buku merah sudah jarang.
“Padahal bagi masyarakat yang memerlukan pemeriksaan mereka harus datang kerumah sakit. Karena ada indikasi yang jelas, Bidan sudah diberikan ilmu yang kuat untuk menapis mereka. Jadi pasien yang beresiko tinggi harus melakukan pemeriksaan dengan dokter kandungan,” ujarnya.
Misal pasien dengan tensi yang tinggi, pasien yang ada riwayat keguguran atau bayi meninggal atau pasien dengan pendarahan. “Nah itu yang tidak ditemukan beberapa waktu ini, karena pasien-pasien sendiri yang menolak. Mereka takut ke rumah sakit, dan memilih ke Bidan Kampung. Padahal tidak ada dokter yang menganjurkan itu,” tutupnya. (Jmy/beritasampit.co.id).